Bintang yang Hilang (Sebelum Musim Panas #90)

by - 12.19

Sembilan puluh hari sebelum musim panas
Aku meringis kesal dan terlihat putus asa entah akan jadi apa aku nanti setelah aku lulus dari bangku sekolah menengah atas ini. Reputasi ku di sekolahku terlihat amat tentram dan damai disekolah. Wajar saja orang macam apa yang mau mendekatiku. Eh, maksudnya aku bukanlah tipe orang yang mudah bergaul sehingga sulit bagi teman teman disekolah ku untuk dapat berteman baik padaku. Alasanku menjadi orang yg tertutup disekolahku adalah (1) siswa di sekolahku adalah siswa yang menjunjung tinggi nilai agama mereka masing-masing sama seperti prinsip dari sekolahku ini sehingga cara berteman setiap orang sangat berhati-hati. Aku salah satu siswa yang tergolong jenis pengakuan itu, aku terpaksa karena sifatku yang takut atau biasa dibilang tidak mudah akrab dengan orang lain membuatku sulit mendapatkan teman. (2) sudah tertera diketerangan pertama kalau sekolahku adalah sekolah yang berlandaskan dan berprinsip agama yang sangat kuat sehingga sangat ketat pergaulan dan pengawasan disini, tidak bukan sekolah jenis boarding school tetapi lebih tepatnya yayasan seperti sekolahan yang diceritakan di film carita de angel. Sehingga siswa disini lebih dikenal sebagai siswa yang alim dan tidak pecicilan dan lebih mementingkan otaknya daripada pergaulannya, dan (3) kalian tahu di sekolahku banyak redneck atau kracker, istilah redneck atau kracker ini terlahir dari julukan anak anak yang berleher merah karena kebanyakan bekerja dibawah sinar matahari. Mungkin karena mereka adalah penduduk asli sini yang selalu rajin membantu orang tuanya bekerja, mungkin. Dan istilah ini juga diartikan sebagai orang yang gaptek, minimnya pengetahuan walaupun tidak parah banget tetapi tetap kebanyakan dari mereka terlalu banyak ketinggalan pembaruan zaman, Istilah ini dari orang amerika semua orang tahu, kecuali si redneck atau kracker ini. Jujur aku menyesal bersekolah di SMA ini sehingga aku memutuskan untuk menjadi pribadi yang tertutup yang lebih menginginkan kehidupan anak anak SMA diluar sana. Aku selalu mendengar cerita teman-temanku sebelum dua tahun yang lalu aku pindah kesini. Dia bercerita bahwa dia seperti ratu disekolahnya, teman temannya baik, teman temannya peduli, dia dan teman temannya selalu hangout kesana kesini, bebas berpacaran dan melakukan hubungan seks dengan teman temannya, tidak ada aturan, tidak ada agama sebagai penghalang. Ah sepertinya asik! Aku ingin mencari teman seperti itu tetapi tidak disini, di SMA ku diwajibkan memakai seragam yang benar-benar tidak bebas dan siswa siswi disekolahku ini terlihat 180 derajat berbeda dengan kata populer diluar sana, ya, jatohnya malah inilah roda penderitaan. Tetapi yang menjadi bencana bagiku adalah aku siswa yang baru lulus SMA tahun ini tergusur dari nilai siswa yang mendaftar di universitas ternama di italia. Sungguh! Aku tak tahu harus bersekolah dimana untuk merubah reputasiku yang buruk di SMA. Saat aku mendaftar tadi nilai ku benar benar tidak dibilang kecil lumayan lah istilahnya, sehingga aku memberanikan diri mendaftar di torino university, ya torino adalah tempat tinggalku sekarang kota industri yang ramai di italia. Dua tahun yang lalu aku pindah dari venice ke torino karena perpindahan kerja ayahku, ayahku adalah warga kebangsaan italia dan ibuku adalah warga kebangsaan indonesia. Mimpi buruk setelah aku pindah ke kota ini adalah pemilihan sekolah ku, sekolah SMA ku yang sangat kuno itu. Kotanya memang indah sekali tetapi SMA ku tidak indah. Setiap saat aku mengecek kedudukanku, aku masih mendudukin urutan ke 20 dari 100 siswa yang mendaftar di universitas ini. Tapi sekarang? Setelah selisih satu jam aku mengecek lagi sekarang namaku sudah hilang dari daftar laman torino university. Ya aku ditolak. Aku tersisihkan dari kurang lebih 500 pendaftar.
Aku sudah putus asa, benar benar putus asa!

"Yaudah kalo gitu kamu langsung cari yang lebih deket deket disini aja ka" ayahku menebak tekukan wajahku di saat makan malam
"Tapi kan yah yang deket rumah kita emang ada? Jauh banget yah yang aku mau mah" ucapku merengek
"Yaudah yang dekat dekat saja, atau mau lanjut di yayasan SMA mu saja? Disana juga ada universitasnya nya kan?" Tidak tidak! Untuk kali ini aku tidak ingin bersekolah di sekolah itu lagi, entahlah aku serasa kikuk, tidak bebas sama sekali disana.
"Nenek nawarin kamu buat tinggal dirumahnya tuh ka, coba kamu cari cari universitas di daerah pavia siapatau ada yg srek nanti kamu bisa tinggal dirumah nenek, dan katanya lagi om alex mau anter jemput kamu kalo kamu sekolah disana" neneku adalah janda beranak empat. Suaminya atau kakek ku sudah lama meninggal karena sakit. Ketiga anaknya sudah menikah salah satunya adalah ayahku dan tinggal om aku, anak terakhirnya yang masih tinggal dirumah nenek. Mereka berdua tinggal seatap. memang terasa sepi bagi nenek kalau cuma berdua saja, apalagi om alex adalah orang dewasa berumur 26 tahun yang belum menikah yang masih suka kelayaban main dengan kawannya jika bosan dirumah. Nenek selalu mengajak cucu cucunya untuk berkunjung kerumahnya didaerah pavia,italia. Lebih tepatnya kota tua yang tidak seramai kota ku ini. Pavia adalah sebuah kota kecil di Italia utara yang terletak hanya 30 km sebelah selatan dari Milan, dengan kereta regional dan pinggiran kota, setiap 10 menit. Pavia juga mudah dijangkau dari perbatasan Swiss, Como dan danau serta Genoa dan pantai Liguria. Kota ini didirikan pada zaman Romawi, itu adalah ibukota Kerajaan Lombardia selama lebih dari dua abad dan warisan menarik ini jalan-jalan sempit, gereja-gereja kuno, bangunan elegan tetap utuh dan hari hidup dan malam dengan remaja yang menikmati poin pertemuan favorit mereka. Begitu yang kudengar dari cerita ayah yang lalu.

Mengingat kata pavia aku tergiur oleh satu universitas disana yg mendudukin rangking 200an didunia, tidak buruklah di italia. Bangunan dengan aksen kastil yang besar itu membuatku nampak tertarik. dengan semangat dan berteriak, aku mengagetkan seisi orang di ruang makan "ya! Aku mau sekolah dipavia, aku mau sekolah di universitas pavia!" Ucapku sedikit dengan nada berteriak karena mendapat pencerahan. Dari pencerahan itulah kehidupanku berubah 180 derajat.

Aku akan menceritakan perubahan 180 derajatku dengan bahasa indonesia, karena kalian tahu, orang orang yang terlibat dalam perubahan hidupku memiliki aksen ke khasan bahasa italia mereka yang tentu saja sulit sekali untuk dicerna jika aku menuliskannya dengan bahasa italia.
Kota Torino, tempat aku dan orang tuaku tinggal
Kota Pavia, tempat neneku, om alex, dan aku akan tinggal


Kota Pavia, tempat neneku, om alex, dan aku akan tinggal

Kota Pavia, tempat neneku, om alex, dan aku akan tinggal


Universitas Pavia, tempat aku akan bersekolah nanti

Universitas Pavia, tempat aku akan bersekolah nanti

You May Also Like

0 komentar

Selasa, 06 Maret 2018

Bintang yang Hilang (Sebelum Musim Panas #90)

Diposting oleh Aulia Azhari di 12.19
Sembilan puluh hari sebelum musim panas
Aku meringis kesal dan terlihat putus asa entah akan jadi apa aku nanti setelah aku lulus dari bangku sekolah menengah atas ini. Reputasi ku di sekolahku terlihat amat tentram dan damai disekolah. Wajar saja orang macam apa yang mau mendekatiku. Eh, maksudnya aku bukanlah tipe orang yang mudah bergaul sehingga sulit bagi teman teman disekolah ku untuk dapat berteman baik padaku. Alasanku menjadi orang yg tertutup disekolahku adalah (1) siswa di sekolahku adalah siswa yang menjunjung tinggi nilai agama mereka masing-masing sama seperti prinsip dari sekolahku ini sehingga cara berteman setiap orang sangat berhati-hati. Aku salah satu siswa yang tergolong jenis pengakuan itu, aku terpaksa karena sifatku yang takut atau biasa dibilang tidak mudah akrab dengan orang lain membuatku sulit mendapatkan teman. (2) sudah tertera diketerangan pertama kalau sekolahku adalah sekolah yang berlandaskan dan berprinsip agama yang sangat kuat sehingga sangat ketat pergaulan dan pengawasan disini, tidak bukan sekolah jenis boarding school tetapi lebih tepatnya yayasan seperti sekolahan yang diceritakan di film carita de angel. Sehingga siswa disini lebih dikenal sebagai siswa yang alim dan tidak pecicilan dan lebih mementingkan otaknya daripada pergaulannya, dan (3) kalian tahu di sekolahku banyak redneck atau kracker, istilah redneck atau kracker ini terlahir dari julukan anak anak yang berleher merah karena kebanyakan bekerja dibawah sinar matahari. Mungkin karena mereka adalah penduduk asli sini yang selalu rajin membantu orang tuanya bekerja, mungkin. Dan istilah ini juga diartikan sebagai orang yang gaptek, minimnya pengetahuan walaupun tidak parah banget tetapi tetap kebanyakan dari mereka terlalu banyak ketinggalan pembaruan zaman, Istilah ini dari orang amerika semua orang tahu, kecuali si redneck atau kracker ini. Jujur aku menyesal bersekolah di SMA ini sehingga aku memutuskan untuk menjadi pribadi yang tertutup yang lebih menginginkan kehidupan anak anak SMA diluar sana. Aku selalu mendengar cerita teman-temanku sebelum dua tahun yang lalu aku pindah kesini. Dia bercerita bahwa dia seperti ratu disekolahnya, teman temannya baik, teman temannya peduli, dia dan teman temannya selalu hangout kesana kesini, bebas berpacaran dan melakukan hubungan seks dengan teman temannya, tidak ada aturan, tidak ada agama sebagai penghalang. Ah sepertinya asik! Aku ingin mencari teman seperti itu tetapi tidak disini, di SMA ku diwajibkan memakai seragam yang benar-benar tidak bebas dan siswa siswi disekolahku ini terlihat 180 derajat berbeda dengan kata populer diluar sana, ya, jatohnya malah inilah roda penderitaan. Tetapi yang menjadi bencana bagiku adalah aku siswa yang baru lulus SMA tahun ini tergusur dari nilai siswa yang mendaftar di universitas ternama di italia. Sungguh! Aku tak tahu harus bersekolah dimana untuk merubah reputasiku yang buruk di SMA. Saat aku mendaftar tadi nilai ku benar benar tidak dibilang kecil lumayan lah istilahnya, sehingga aku memberanikan diri mendaftar di torino university, ya torino adalah tempat tinggalku sekarang kota industri yang ramai di italia. Dua tahun yang lalu aku pindah dari venice ke torino karena perpindahan kerja ayahku, ayahku adalah warga kebangsaan italia dan ibuku adalah warga kebangsaan indonesia. Mimpi buruk setelah aku pindah ke kota ini adalah pemilihan sekolah ku, sekolah SMA ku yang sangat kuno itu. Kotanya memang indah sekali tetapi SMA ku tidak indah. Setiap saat aku mengecek kedudukanku, aku masih mendudukin urutan ke 20 dari 100 siswa yang mendaftar di universitas ini. Tapi sekarang? Setelah selisih satu jam aku mengecek lagi sekarang namaku sudah hilang dari daftar laman torino university. Ya aku ditolak. Aku tersisihkan dari kurang lebih 500 pendaftar.
Aku sudah putus asa, benar benar putus asa!

"Yaudah kalo gitu kamu langsung cari yang lebih deket deket disini aja ka" ayahku menebak tekukan wajahku di saat makan malam
"Tapi kan yah yang deket rumah kita emang ada? Jauh banget yah yang aku mau mah" ucapku merengek
"Yaudah yang dekat dekat saja, atau mau lanjut di yayasan SMA mu saja? Disana juga ada universitasnya nya kan?" Tidak tidak! Untuk kali ini aku tidak ingin bersekolah di sekolah itu lagi, entahlah aku serasa kikuk, tidak bebas sama sekali disana.
"Nenek nawarin kamu buat tinggal dirumahnya tuh ka, coba kamu cari cari universitas di daerah pavia siapatau ada yg srek nanti kamu bisa tinggal dirumah nenek, dan katanya lagi om alex mau anter jemput kamu kalo kamu sekolah disana" neneku adalah janda beranak empat. Suaminya atau kakek ku sudah lama meninggal karena sakit. Ketiga anaknya sudah menikah salah satunya adalah ayahku dan tinggal om aku, anak terakhirnya yang masih tinggal dirumah nenek. Mereka berdua tinggal seatap. memang terasa sepi bagi nenek kalau cuma berdua saja, apalagi om alex adalah orang dewasa berumur 26 tahun yang belum menikah yang masih suka kelayaban main dengan kawannya jika bosan dirumah. Nenek selalu mengajak cucu cucunya untuk berkunjung kerumahnya didaerah pavia,italia. Lebih tepatnya kota tua yang tidak seramai kota ku ini. Pavia adalah sebuah kota kecil di Italia utara yang terletak hanya 30 km sebelah selatan dari Milan, dengan kereta regional dan pinggiran kota, setiap 10 menit. Pavia juga mudah dijangkau dari perbatasan Swiss, Como dan danau serta Genoa dan pantai Liguria. Kota ini didirikan pada zaman Romawi, itu adalah ibukota Kerajaan Lombardia selama lebih dari dua abad dan warisan menarik ini jalan-jalan sempit, gereja-gereja kuno, bangunan elegan tetap utuh dan hari hidup dan malam dengan remaja yang menikmati poin pertemuan favorit mereka. Begitu yang kudengar dari cerita ayah yang lalu.

Mengingat kata pavia aku tergiur oleh satu universitas disana yg mendudukin rangking 200an didunia, tidak buruklah di italia. Bangunan dengan aksen kastil yang besar itu membuatku nampak tertarik. dengan semangat dan berteriak, aku mengagetkan seisi orang di ruang makan "ya! Aku mau sekolah dipavia, aku mau sekolah di universitas pavia!" Ucapku sedikit dengan nada berteriak karena mendapat pencerahan. Dari pencerahan itulah kehidupanku berubah 180 derajat.

Aku akan menceritakan perubahan 180 derajatku dengan bahasa indonesia, karena kalian tahu, orang orang yang terlibat dalam perubahan hidupku memiliki aksen ke khasan bahasa italia mereka yang tentu saja sulit sekali untuk dicerna jika aku menuliskannya dengan bahasa italia.
Kota Torino, tempat aku dan orang tuaku tinggal
Kota Pavia, tempat neneku, om alex, dan aku akan tinggal


Kota Pavia, tempat neneku, om alex, dan aku akan tinggal

Kota Pavia, tempat neneku, om alex, dan aku akan tinggal


Universitas Pavia, tempat aku akan bersekolah nanti

Universitas Pavia, tempat aku akan bersekolah nanti

0 komentar on "Bintang yang Hilang (Sebelum Musim Panas #90)"

Posting Komentar